assalamu'alaikum...

sugeng rawuuuh,,, semoga bermanfaat ^_^

Selasa, 19 Februari 2013


KESALAHAN LOGIS
Ada beberapa kesalahan logis (fallacy) yang seringkali terjadi pada siapapun juga; Tak peduli betapa tinggi intelegensinya atau betapa lengkap informasinya meskipun benar bahwa makin tinggi kecerdasan, wawasan dan pengetahuan seseorang maka makin sedikit kesalahan logis yang dilakukannya. Agar mudah menghindarinya, maka berikut ini macam-macam kesalahan logis yang sering terjadi :

1.       Generalisasi yang Gegabah. 
Ini adalah kesalahan logis yang sepertinya paling sering terjadi. Generalisasi berarti memberlakukan suatu putusan atau kesimpulan secara umum. Kesalahan terjadi tatkala sample yang digunakan sebagai acuan tidak mencukupi atau karena tidak disebutkan batasan-batasan seperti: beberapa, sebagian, kebanyakan, sejumlah kecil, sering, jarang dan sebagainya. Bisa juga karena terlalu mudah memakai batasan umum seperti kata  “semua”, “selalu” dan sebagainya. Sebagian kesalahan juga terjadi akibat dari kesimpulan induktif yang tidak berdasar.
Contoh kesalahan ini:
§  Pegawai Negeri itu malas-malas“. Dikatakan karena melihat beberapa PNS sering tidur atau keluyuran atau lambat ketika bekerja. Kenyataannya tidak semua PNS itu malas.
§  Para Pejabat itu korup“. Dikatakan karena melihat beberapa pejabat melakukan korupsi. Kenyataannya tidak semuanya demikian.
§  “Semua orang Madura itu kasar”. Dikatakan karena sering menemui orang suku Madura yang gaya bicaranya kasar. Kenyataannya tidak semuanya demikian.
§  Berbagai kekacauan yang terjadi belakangan ini berlatar-belakang politik“. Dikatakan karena asumsi belaka, bukan karena fakta-fakta logis. Kebenarannya belum tentu demikian.
§  Para Guru tidak sadar akan masalah-masalah yang paling mendesak dari murid-muridnya“. Kenyataannya belum tentu semuanya demikian dan memutuskan sesuatu sebagai mendesak itu bisa jadi berlandaskan asumsi belaka.

2.       Non Sequitur (Belum Tentu).
Kesalahan ini terjadi karena adanya loncatan sembrono dari satu premis menuju kesimpulan yang pada hakikatnya tidak ada kaitannya dengan premis itu. Hubungan yang ada antara premis dan kesimpulan biasanya hanya berupa; asumsi, prasangka, klaim, tuduhan dan penghakiman. Secara mudah kesalahan logis ini dikenali sebagai memastikan sesuatu yang tidak pasti.
Contoh kesalahan ini:
§  Dia orang pandai, maka perilakunya pasti aneh.
§  Suwoto suka wanita, maka bagaimana dia akan menjadi atasan yang baik?
§  Da’i itu berpoligami, maka mana mungkin dia bisa jadi panutan umat?
§  Kadir berdebat dengan dosen yang galak itu, dia pasti tidak lulus.
§  Ia orang baik, suami yang baik, ayah yang baik dan tetangga yang baik, maka ia pasti akan menjadi pemimpin yang baik.

3.       Analogi Palsu.
Analogi palsu merupakan suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan cara dibandingkan dengan gagasan lain yang pada hakikatnya tidak berhubungan atau berlainan.
Contoh:
§  Seperti manusia yang akan mati bila kepalanya dipotong, maka negara akan hancur bila presidennya dibunuh.
§  Membahagiakan istri sama dengan membahagiakan hewan peliharaan; belai kepalanya sesering mungkin dan cukupi kebutuhannya.
§  Kalau kakak boleh keluar malam hari, kenapa adik tidak boleh?
§  Kalau dalam Islam laki-laki boleh memegang hak talak, harusnya perempuan juga boleh.
§  Hidup ini laksana ke warung; Begitu kebutuhan tercukupi, maka tinggal pergi meninggalkannya.
§  Hidup ini panggung sandiwara.

4.       Penalaran Melingkar.
Kesalahan ini terjadi tatkala premis dan kesimpulannya sama. Dalam diskusi kadang terjadi keadaan di mana pembicara mengasumsikan kesimpulan atau ide-ide yang ingin diyakinkan pada audien ke dalam premis-premisnya. Akhirnya, premis bisa jadi kesimpulan dan kesimpulan bisa jadi premis. Ada yang menyebut kesalahan logika ini sebagai satanic circle (lingkaran setan).
Contoh:
§  Pendidikan tinggi patut dicari karena orang berpendidikan tinggi patut dicari.
§  Kehidupan abadi pasti ada karena kenyataan kekalnya jiwa menjamin hal itu.
§  Manusia merdeka karena bertanggung jawab dan ia bertanggung jawab karena merdeka.
§  Saya mencintainya karena tumbuh rasa cinta di hati saya padanya.
§  Saya benci karena pokoknya benci.

5.       Deduksi Cacat.
Deduksi adalah mengambil kesimpulan dari hal yang umum (biasanya secara umum benar) untuk diberlakukan pada hal yang khusus. Bila dilakukan dengan benar sebenarnya tidak masalah, namun bila gegabah bisa jadi kesimpulan yang salah.
Contoh:
§  Dia pasti muslim yang baik karena dia rutin shalat jum’at di masjid.
§  Andar tumbuh dalam keluarga tanpa Ayah, dia akan jadi masalah di sekolahnya.
§  Mobil itu speedometernya masih 12.000 km. Mobil itu pasti masih hebat.
§  Andi putra seorang guru hebat, studinya pasti hebat pula.

6.       Pikiran Simplistis.
Kesalahan ini terjadi tatkala seseorang terlalu menyederhanakan masalah. Masalah yang begitu rumit hanya dirumuskan menjadi dua kutub saja; hitam-putih, benar-salah, kalau tidak begini maka harus begini. Padahal selalu ada warna lain selain hitam dan putih, ada hal yang tidak bisa diputuskan benar atau salah secara keseluruhan dan hampir selalu ada opsi-opsi lain.
Atau kesalahan bisa juga terjadi karena masalah yang faktornya banyak dan rumit hanya disederhanakan menjadi satu atau beberapa faktor sederhana saja. Kesesatan logis ini kerap terjadi pada orang-orang yang “bertampang menguasai masalah”.
Contoh:
§  Kalau orang tidak beragama, niscaya dia merupakan pribadi yang tak bermoral dan tak bisa dipercaya.
§  Dalam berpolitik, hanya ada dua pilihan; Kawan atau lawan.
§  Anda ikut strategi A atau membuat strategi sendiri sih?
§  Pilih mana antara ikut mencoblos dalam pemilihan umum atau jadi warga negara yang buruk?
§  Pengaturan bangsa itu sama dengan pengaturan keluarga.
§  Menjadi pemimpin umat itu sama saja dengan menjadi pemimpin shalat.
§  Islam mengalami kemunduran karena ulamanya tidak berijtihad sendiri, tapi malah bermazhab.
§  Kalau sistem negara ini diganti menjadi sistem A, maka negara ini akan maju dan makmur.
§  Presiden itu sukses memimpin bangsa karena dia laki-laki.

7.       Argumen ad Hominem (Menyerang Orangnya).
Seharusnya dalam diskusi yang diserang adalah argumen lawan, bukan orangnya yang berargumen. Teknik menyerang orangnya ini biasanya dipakai tatkala seseorang kehabisan argumen logis tapi tidak mau terlihat kalah dalam diskusi atau debat hingga secara licik mengalihkan topik bahasan pada kekurangan diri lawan bicaranya atau orang yang ingin dijatuhkannya yang tidak berkaitan dengan topik sebenarnya. Godaan menggunakan teknik sesat ini membesar tatkala dibarengi dengan luapan emosi.
Contoh:
§  Bagaimana kamu bisa menerangkan masalah ini lah wong kamu sendiri kuliah saja tidak lulus-lulus?
§  Guru itu tidak pantas mengajar karena tubuhnya pendek, ikut partai A dan orangnya miskin.
§  Dia itu pejabat macam apa? Tampangnya saja sudah kriminal.
§  Bisa-bisanya dia mencalonkan diri sebagai ketua, padahal rumah dan mobilnya saja peyot.

8.       Argumen ad Populum (Menyerang Kelompoknya).
Sama dengan kesalahan logis sebelumnya, kesalahan ini tidak menyerang pada argumennya atau pokok masalah sebenarnya. Bedanya kali ini yang diserang adalah kelompok dari lawan bicara atau orang yang ingin dijatuhkannya.
Contoh:
§  Megawati tidak pantas jadi pimpinan karena perempuan itu lemah secara fisik, emosional dan intelegensial.
§  Jangan percayai ucapannya Sutarno, biasanya pedagang di pasar-pasar sering bohong ketika bicara.
§  Pidato Bung Karno ketika mengajak Indonesia keluar dari PBB.

9.       Wibawa Palsu. Mengutip pendapat seorang ahli seringkali dibutuhkan untuk memberi bobot pada penalaran, namun ahli yang dikutip harus benar-benar ahli di bidang yang sedang dibicarakan. Pengutipan pendapat ahli yang salah karena bukan bidang spesialisasinya disebut dengan wibawa palsu.
Contoh:
§  Mengutip pendapat Einstein dalam masalah nutrisi anak.
§  Mengutip pendapat Henry Dunan dalam masalah politik.
§  Mengutip pendapat sosiolog hukum umum dalam masalah hukum Islam
§  Mengutip Ulama ahli fiqih (hukum Islam) untuk melawan argumen ulama ahli hadith.
§  Dan sebagainya yang bukan spesifikasinya.

10.   Sesudahnya Maka Karenanya (Post hoc ergo propter hoc).
Kesalahan logis ini berkaitan dengan salah interpretasi atau salah tafsir terhadap hubungan sebab akibat. Tidak semua yang terjadi disebabkan oleh kejadian sebelumnya. Sebagian orang masih sering terkena kesalahan logis semacam ini, terutama mereka yang percaya takhayul.
Contoh:
§  Setelah membuang surat berantai dia dipecat dari jabatannya. Jadi sebab dia dipecat adalah membuang surat berantai.
§  Setelah menikah dengan istri yang sekarang, dia hidup miskin. Jadi sebab dia miskin adalah istrinya yang sekarang.
§  Setelah SBY diangkat jadi presiden sering terjadi bencana alam di Indonesia. Jadi penyebab bencana alam itu adalah SBY.

11.   Bersamanya maka karenanya (Cum hoc ergo propter)
Kesalahan ini terjadi tatkala menganggap suatu kejadian mesti jadi penyebab kejadian lain yang terjadi bersamaan. Padahal kedua kejadian tersebut pada hakikatnya tidak terkait sama sekali. Disebut juga sebagai kesalahan logis koinsidensi/kebetulan.
Contoh:
§  Ketika Suwoto menusuk tiang rumah tetangganya dengan pisau, orang yang punya rumah meninggal seketika. Berarti tetangganya itu meninggal karena tiang rumahnya ditusuk oleh Suwoto.

12.   Tidak Relevan
Kesalahan ini kerap terjadi pada orang yang kurang terpelajar. Isi pembicaraannya tidak berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas. Kadangkala orang terpelajar pun jatuh dalam kesalahan ini ketika sedang ingin mengalihkan diri dari pokok masalah sesungguhnya
Contoh:
§  Kenapa saya dihukum karena pelanggaran ini kalau Boss sendiri sama-sama melakukan?“. Meskipun si Boss melakukan kesalahan yang sama, tapi tidak membuat pelanggaran si bawahan jadi benar.
§  Tolong Si Sinta supaya diangkat menjadi sekretaris karena dia orangnya cantik!“. Menjadi sekretaris sebenarnya tidak berhubungan dengan kecantikan, karena bukan modelling.

0 komentar:

Posting Komentar